Dinsdag 21 Mei 2013

metodologi sejarah 16-06-2011 20:52:27, pada Pendidikan METODOLOGI SEJARAH; Prosesual-Struktural dan Objektivitas-Subjektivitas Sejarah adalah bentuk penggambaran pengalaman kolektif di masa lampau. Pengertian tersebut mengacu kepada definisi sejarah subjektif, yaitu sejarah yang merupakan konstruk dari sejarawan. Sejarah objektif berarti peristiwa atau kejadian itu sendiri. Ungkapan sejarah berulang merujuk kepada sejarah objektif atau sejarah sebagai peristiwa. Sejarah subjektif atau konstruk dari sejarawan memaknai kata sejarah dari ungkapan belajar dari sejarah. Prosesual dan Struktural Ungkapan terakhir di atas menunjukan bahwa ada keterkaitan antara masa lampau dengan masa kini. Selaras dengan perspektif sejarah, bahwa sejarah haruslah mengungkapkan fakta bahwa masa kini adalah produk masa lampau dan setiap objek memiliki masa lalu. Pengungkapan keterkaitan masa lalu dengan masa kini mengharuskan jawaban atas pertanyaan mengapa. Pada mulanya sejarah tidak menjawab pertanyaan mengapa. Sejarah konvensional hanya menerangkan proses, peristiwa apa, siapa pelakunya, dimana tempatnya, kapan terjadinya, dan bagaimana kejadiannya. Sebab terjadinya peristiwa jarang dijelaskan, penekanan hanya pada proses. Alhasil, karya yang dihasilkan berupa deskriptif-naratif. Fokus kajian pun terbatas pada politik, perang, dan orang-orang besar. Tuntutan jawaban atas pertanyaan mengapa mewajibkan pengkajian lebih dalam terhadap suatu peristiwa atau kejadian. Aspek kausalitas menuntut kajian yang lebih luas. Fokus kajian kepada peristiwa berarti hanya berfokus kepada permukaan saja, sementara dasarnya (yang menyebabkan gerak di permukaan) tidak dikaji, padahal bagian dasar itu merupakan penyebabnya. Sejarah yang memanjang dalam waktu dituntut juga meluas dalam ruang untuk kajian kausalitas. Kajian yang meluas dalam ruang membutuhkan metodologi. Metodologi berarti pendekatan, dalam konteks ini pendekatan yang sifatnya sinkronis. Penggunaan ilmu-ilmu sosial sangat relevan dalam menjelaskan sebab-sebab peristiwa. Ilmu sosial digunakan sebagai alat analitis peristiwa untuk menjelaskan strukturnya. Jika prosesual aspek dinamis dari sejarah maka struktural merupakan aspek statisnya. Penggunaan ilmu sosial (meliputi teori dan konsepnya) sebagai alat analitis (upaya menjawab pertanyaan mengapa atau sebab-sebab) menghasilkan sejarah yang sifatnya deskriptif-analitis. Sejarah deskriptif-analitis memungkinkan generalisasi. Generalisasi pada ilmu sosial terbatas pada pola umum saja. Tidak seperti sejarah deskriptif-naratif, sejarah deskriptif-analitis dengan menggunakan ilmu sosial mampu memetakan pola, tendensi, dan struktur peristiwa yang sangat mungkin mirip dengan peristiwa lain. Objektivitas dan Subjektivitas Dalam melakukan rekonstruksi, sejarawan membutuhkan fakta. Fakta merupakan pernyataan tentang peristiwa, sifatnya subjektif. Fakta tidak terlepas dari unsur-unsur subjek, seperti nilai. Objektivitas hanya milik peristiwa atau kejadian. Komunkasi fakta menjadikannya intersubjek. Jika terkomunikasikan semakin luas menjadi intersubjektivitas (fakta keras). Adapun, objektivitas yang berangkat dari fakta (pernyataan tentang peristiwa) memiliki arti intersubjektivitas seluas-luasnya selama tidak ada pertentangan. Fakta harus dipahami sesuai dengan konteks zamannya. Penggunaan ilmu sosial sebagai pendekatan mampu menggambarkan berbagai sebab terjadinya peristiwa. Artinya, fakta yang lahir tetap pada konteks zamannya. Dengan begitu, imajinasi sejarawan dalam rangka rekonstruksi masa lampau terbatas pada zaman peristiwa yang diteliti. Bahkan angan-angan sejarawan harus disesuaikan dengan zamannya, metode ini disebut verstehen. Imajinasi sejarawan perlu diarahkan dengan adanya teori dan konsep dari ilmu sosial. Dengan begitu diharapkan imajinasi tetap relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Fakta pun dapat dipahami sesuai dengan konteks zamannya. Dengan pemahaman fakta yang sesuai, tentu sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa akan beragam (multikausalitas) tergantung pada sudut pandang. Sebab yang beragam akan mampu dijawab dengan teori dan konsep ilmu sosial lain. Dengan demikian dapat disimpulkan pemahaman sejarah akan sangat berguna bagi manusia. Pandangan bahwa masa kini adalah produk masa lalu dan masa depan adalah produk masa kini sudah seharusnya disadari bersama. Sejarah prosesual (deskriptif-naratif) perlu disempurnakan dengan penambahan aspek analitis yang menjadikan sejarah menjadi struktural (deskriptif-analitis). Sejarah struktural yang berfokus pada masalah (problem-oriented) akan sangat berguna. Pola, tendensi, dan sebab-sebab suatu peristiwa dapat diketahui dan akhirnya menjadi bekal untuk mengonstruksi masa depan. Penggunaan teori dan konsep ilmu-ilmu sosial akan mampu menunjukan pola, tendensi, dan sebab. Tentu saja, sejarawan jangan terjebak pada struktural (sinkronis) tetapi juga harus menariknya menjadi prosesual (diakronis). Dengan begitu sejarah akan mengkaji lebih dalam dari berbagai aspek dengan tetap berjalan dari waktu ke waktu.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking